Kamis, 02 Oktober 2014

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KESTABILAN XILANASE AMOBIL DALAM KITOSAN



ABSTRAK
Xilanase merupakan kelompok enziim ekstraseluler yang memiliki kemampuan menghidrolisis xilan menjadi xilosa. Kestabilan enzim dipengaruhi kondisi lingkungan. Enzim dikatakan stabil bila aktivitas sisa lebih dari 50% dari aktivitas enzim awal. Xilanase diamobilisasi dengan metode penjebakan menggunakan matriks kitosan-natrium tripolifosfat dan disimpan pada variasi suhu 30,40,50,60,70 (°C) dan variasi lama penyimpanan 0,1,2,3,4,5,6,7
(hari). Aktivitas enzim dapat ditentukan dengan menghitung gula pereduksi yang dihasilkan dari hidrolisis xilan oleh sejumlah enzim per menit (µg.g-1.menit-1). Gula pereduksi yang dihasilkan dianalisis menggunakan reagen DNS dan ditentukan dengan metode spektrofotometri. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kestabilan tertinggi dari enzim xilanase berada pada suhu penyimpanan 50 °C. Enzim xilanase amobil, stabil hingga hari ke-7 dengan aktivitas sisa 50,81%. Semakin lama waktu penyimpanan maka aktivitas xilanase semakin menurun. Pada efisiensi xilanase amobil menggunakan kitosan-natrium tripolifosfat dapat digunakan sebanyak lima kali pengulangan dengan aktivitas sebanyak 16,462 unit dan efisiensi sebesar 50,19%.

PENDAHULUAN
Enzim xilanase dalam perkembangannya banyak dimanfaatkan dalam bidang industri, seperti pro
ses bio bleaching pada industri pulp, pembuatan gula xilosa, produksi makanan dan minuman dan  produksi makanan ternak. Jenis mikroorganisme yang menghasilkan xilanase ialah dari golongan kapang dan bakteri. Enzim yang dihasilkan oleh golongan bakteri memiliki ketahanan pada suhu yang lebih tinggi dibanding kapang, namun aktivitas xilanase dari golongan kapang jauh lebih tinggi daripada bakteri. Pada proses dan analisa yang melibatkan enzim, umumnya enzim hanya digunakan sekali pakai, karena secara teknis sangat sulit untuk memisahkan enzim dan produk serta kesulitan mendapatkan kembali enzim yang aktif diakhir reaksi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan amobilisasi enzim. Amobilisasi enzim adalah suatu teknik  dimana enzim ditempatkan pada suatu matriks sehingga dapat menjaga aktivitaskatalitik enzim tersebut

Kitosan dapat digunakan sebagai matriks karena mempunyai dua gugus aktif, yaitu gugus amino (-NH) dan hidroksil (-OH), kitosan  dengan  adanya gugus aktif ini memungkinkan terjadi interaksi dengan  enzim  baik secara  adsorpsi   maupun  penjebakan.Kitosan sebagai media amobilisasi enzim dapat diubah strukturnya oleh adanya senyawa pengikat silang. Salah satu agen pengikat silang adalah natrium  tripolifosfat. Dengan penambahan natrium tripolifosfat, ukuran pori dan porositas kitosan dapat berubah sehingga akan mempengaruhi jumlah enzim yang tertahan pada matriks. Pada penelitian ini dipelajari  lebih lanjut mengenai pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap kestabilan aktivitas xilanase yang diamobilisasi pada kitosan-natrium tripolifosfat.

METODA PENELITIAN

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan antara lain kultur murni Trichoderma viride
Na2HPO4, (HOCH2)3CNH2,   KH2PO4, CaCl2, (NH4)2SO4, MgSO4.7HO,   DNS,   NaOH 10%,   NaKC4O6H4,   CuSO4.5H2O, Na5P3O10 3%, CH32COOH 100%  (Bj : 1,05 g/ml),CH3COONa (BM:82,02 g/mol) dan (C6H11NO4 )n 3%, serta bahan lainnya adalah kulit pisang dan akuades.
Peralatan yang digunakan antara lain seperangkat alat gelas, inkubator (HeraeusType B 5042), magnetic stirrer, penangas air (Memmert W 200), neraca analitik (Mettler Toledo AL 204), neraca analitik (Bosch PE 620), jarum ose, pH meter (Inolab WTW), spektrofotometer Uv-Vis (Shimadzu Model 160A double beam), kuvet, oven (Memmert), shaker (Edmund Buhler SM 25 24B), autoklav (All American Model 20X), sentrifuse dingin (Juan MR 1889), laminal flow, refrigerator, pemanas listrik (Janke-Kunkel), ayakan 40 mesh, aluminium foil, kapas steril, dan bunsen,  kertas  saring Whatman No. 40, syringe.

Prosedur

Produksi dan isolasi ekstrak kasar xilanase
Produksi dan isolasi ekstrak kasar xilanase dilakukan dengan pembuatan larutan inokulum terlebih dahulu dengan cara kultur murni Trichoderma viride dibiakkan ke dalam media padat Potatoes Dextrose Agar (PDA) miring selama 144 jam (6 hari). Lalu disuspensikan dengan 1 mL aquades steril, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL yang berisi 100 mL media cair steril dan diinkubasi dengan menggunakan shaker sampai jam ke-36 (pertengahan fase logarima). Selanjutnya, dilakukan produksi dan isolasi xilanase dengan cara 25 gram serbuk kulit pisang dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL yang telah berisi 65mL media cair dan disterilkan dengan autoklaf (T=121oC, P=15 psi) selama 15 menit. Setelah itu, ditambahkan larutan inokulum sebanyak 10 mL dan diinkubasi sampai jam ke-60 dengan menggunakan shaker (Edmund Buhler SM 25 24B) pada kecepatan 100 rpm. Kemudian ditambahkan 30 mL larutan buffer asetat pH 5 dan dilanjutkan dengan proses sentrifugasi dingin selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm, sehingga diperoleh ekstrak kasar xilanase.

Amobilisasi xilanase dengan kitosan-natrium tripolifosfat
Amobilisasi enzim dilakukan dengan cara mencampurkan 20 ml  ekstrak  kasar  xilanase dengan 80 mL kitosan yang  telah dipreparasi. Larutan campuran masing-masing dimasukkan
ke dalam syringe  dan ditekan sehingga campuran menetes ke dalam wadah berisi  100-200
mL larutan natrium tripolifosfat 3%. Manik-manik yang  terbentuk  dibiarkan  terendam
dalam larutan natrium tripolifosfat  3%  selama  75  menit.  Enzim  amobil  dengan  larutan
dipisahkan melalui penyaringan menggunakan kertas saring Whatman No. 40. Filtrat yang
didapat diuji kadar protein sisanya dan xilanase amobil yang didapat diuji aktivitasnya dan
dilanjutkan untuk penentuan kestabilan aktivitas enzim amobil berdasarkan pengaruh suhu
dan  lama penyimpanan.

Penentuan kestabilan aktivitas enzim amobil berdasarkan pengaruh suhu dan lama
penyimpanan
Xilanase hasil amobil ditimbang sebanyak 0,3 g dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi
ukuran 5 mL dan di tutup dengan alumunium foil. Kemudian tabung raksi diinkubasi di dalam
oven dengan variasi suhu 30, 40, 50, 60, dan 70oC. Pada lama penyimpanan 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6
dan 7 hari, enzim di uji aktivitasnya dengan menambahkan substrat xilan sebanyak 1 mL,
buffer asetat pH 5 sebanyak 5 mL, aquades 1 mL, diinkubasi pada suhu 60oC selama 50 menit, kemudian ditambahkan 2 mL reagen DNS, dimasukkan ke dalam penangas air
mendidih selama 15 menit didinginkan dan dipindahkan ke dalam labu ukur 25 mL dan
ditambahkan aquades sampai tanda batas. Sampel dapat diukur kadar gula pereduksinya
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

Penentuan Aktivitas Enzim Sisa Xilanase
Aktivitas enzim sisa xilanase ditentukan dengan cara mencari persentase hasil bagi
aktivitas enzim setelah perlakuan dan sebelum perlakuan, yaitu sebagai berikut :

% Aktivitas Sisa =    x 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi dan Isolasi Ekstrak Kasar Xilanase
Xilanase merupakan enzim ekstraseluler yang dapat menghidrolisis xilan menjadi xilosa.
Xilanase termasuk dalam golongan enzim induktif, dalam pembentukannya dibutuhkan
adanya rangsangan dari substrat (induser). Proses produksi xilanase ini dilakukan pada fasa
awal stasioner yang merupakan fasa petumbuhan sel yang paling banyak. Pada saat isolasi
xilanase, ditambahkan larutan buffer asetat pH 5 yang berfungsi untuk menjaga kestabilan
xilanase dan dapat melarutkan enzim xilanase. Xilanase adalah enzim ekstraseluler, sehingga
tidak perlu dilakukan pemecahan sel untuk memperoleh enzimnya. Oleh karena itu, dilakukan
proses sentrifugasi untuk mengendapkan sisa-sisa komponen selain enzim. 


Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Kestabilan Xilanase yang
diamobilisasi dalam Kitosan-Natrium Tripolifosfat
Keuntungan metode amobilisasi yaitu enzim bersifat stabil karena dapat digunakan
berulang kali, serta dapat meningkatkan stabilitas. Kestabilan xilanase dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya pengaruh pH, waktu inkubasi, pengaruh suhu dan enzim
protease.  Suhu berpengaruh terhadap kestabilan xilanase. Pada Gambar 1 terlihat bahwa aktivitas enzim pada penyimpanan 50 oC mempunyai aktivitas yang paling tinggi, dikarenakan  pada  suhu 50 °C enzim xilanase tidak terdegradasi oleh protease yang dihasilkan pada saat enzim xilanase disintesis oleh Trichoderma viride. Protease merupakan enzim yang bekerja sebagai katalis dalam reaksi pemecahan molekul protein dengan cara hidrolisis, disebut juga enzim proteolitik. Sedangkan pada suhu 70 o C xilanase memiliki aktivitas enzim yang paling  
rendah   dikarenakan pada suhu 70 o C xilanase sudah mengalami denaturasi.  
Kestabilan enzim xilanase dapat dilihat dari aktivitas enzim sisa dimana enzim
dikatakan stabil bila aktivitas enzim sisanya lebih dari  50%  dari  aktivitas  awal  enzim.
Lama penyimpanan berpengaruh  terhadap kestabilan xilanase. Semakin lama waktu
penyimpanan maka aktivitas xilanase semakin  menurun. Pada  suhu  50 0 C enzim  xilanase
amobil  stabil sampai hari ke-7 dengan aktivitas sisa 50,81%. Pada suhu 70 C stabil sampai hari ke-4 dengan aktivitas enzim sisa 57,22% dan 53,00%. Pada pada suhu 30 0 C xilanase.

amobil stabil sampai hari ke-5 dengan aktivitas  enzim  sisa  52,26%,  sedangkan  pada
suhu  40  dan  60 0 C xilanase amobil stabil sampai hari ke-6 dengan aktivitas enzim sisa
berturut-turut 58,10; dan 54,89%.    

KESIMPULAN
Lama penyimpanan dan suhu berpengaruh terhadap kestabilan xilanase. Semakin lama  waktu  penyimpanan  maka  aktivitas  xilanase semakin menurun. Pada suhu 50 C enzim xilanase amobil stabil sampai hari ke-7 dengan aktivitas sisa 50,81 5%.

DAFTAR PUSTAKA
1. Richana N., 2002, Produksi dan Prospek Enzim Xilanase dalam Pengembangan
Bioindustri di Indonesia, Buletin Agrobio 5 (1) 29-35.
2. Budiman  A., dan  Setiawan S., 2010, Pengaruh  Konsentrasi Substrat, Lama Inkubasi
dan pH dalam Proses Isolasi Enzim Xilanase dengan Menggunakan Media Jerami
Padi, http://www.undip.ac.id/journal/albar-substrat.pdf, diakses tanggal 25 september
2013.
3. Sarah A., 2001, Immobilization and Stabilization of Papain on Chelating  Sepharose,
Electronic Journal  Biotechology, Catolica de Velparaaiso Chile.
4. Chibata I., 1978, Immobilized Enzyme, Research and Development, John Wiley and
Sons Inc, New York.
5. Esawy, M. A., Mahmoud D. A. R. dan Fattah A. F. A., 2008, Immobilisation of
Bacillus subtilis NRC33a Levansucrase and  Some Studies on Its Properties, Brazilian
Journal of Chemical Engineering, No. 2, Vol. 25, 237-246.
6. Krajewska B.,
 2004, Application of Chitin and Chitosan Based Materials for Enzyme
Immobilizations: A Review, Enzyme and Microbial Technology, Vol. 35 ,126-139.
7. Aral C. dan Akugba J., 1998, Alternative Approach to The Preparation of Chitosan
Beads, International of Journal Pharmaceutics, Vol. 168, 9-15.
8. Fwu L. M., Shin S. S., Chin T. C., dan  Juin  Y.  L.,  2002, Adsorption of Indomethacin
onto Chemically Modified Chitosan, Polymer, Vol. 43, 757-765.


Refrensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar