ABSTRAK
Globalisasi
muncul sejak tahun 1960 yaitu dengan ditandainya dengan perubahan ekonomi
internasional dari Multinational Corporations (MNCs) menjadi Transnational
Corporations (TNCs) (Hirst dan Thompson 1997). Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya perubahan ini antara lain adalah berakhirnya perang
dunia kedua, meningkatnya migrasi antar negara, penyebaran tenaga kerja dari
satu negara ke negara lain serta saling ketergantungan perdagangan dari satu
negara ke negara lainnya.
Tujuan
globalisasi secara umum adalah untuk menghilangkan perbedaan dan menciptakan
persamaan di bidang hak asasi manusia.
ABSTRACT
Globalization
emerged since 1960 which marked a change in the international economy of the
Multinational Corporations (MNCs) into Transnational Corporations (TNCs) (Hirst
and Thompson 1997). Some of the factors that influence the occurrence of these
changes include the end of the second world war, the increased migration between
countries, the spread of labor from one country to another as well as the
interdependence of trade from one country to another.
Globalization in general purpose is to eliminate the differences and creating equality in the field of human rights.
Kata Kunci : Globalisasi,Tujuan globalisasi,Faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan ekonomi
Globalization in general purpose is to eliminate the differences and creating equality in the field of human rights.
Kata Kunci : Globalisasi,Tujuan globalisasi,Faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan ekonomi
PENDAHULUAN
Perdebatkan
tentang dampak globalisasi terhadap perekonomian terutama pada negara-negara
yang sedang berkembang merupakan hal yang tidak pernah berakhir. Secara singkat
akan kita kupas apakah sebenarnya globalisasi itu, bagaimana sejarahnya, siapa
saja sebenarnya yang sangat berperan dan aktif mendorong terjadinya
globalisasi, apa saja sebenarnya baik buruknya bagi kita serta bagaimana
pengaruhnya terhadap perekonomian regional dan lokal
PERMASALAHAN
Dampak globalisasi terhadap perekonomian daerah memberikan dua dampak positif dan negatif.
Mari kita lihat dampak negatifnya terlebih dahulu.Dengan adanya globalisasi kegiatan-kegiatan ekonomi beberapa wilayah khususnya di negara-negara
yang sedang berkembang mengalami penurunan. Banyak industry kecil tidak dapat berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan besar yang tergabung dalam
TNCs. Dengan karakteristiknya seperti penggunaan teknologi tinggi dan modal yang kuat, TNCs dapat membuat kebangkrutan pada banyak industri-industri local maupun regional. TNCs melalui penggunaan teknologi modernnya seperti computer dan robot akan menurunkan kuantitas pekerjanya karena tenaganya dapat digantikan oleh computer dan robot yang hanya bermodalkan biaya perawatan saja. Hal ini akan mengakibatkan pengangguran dalam jumlah yang cukup besar.
Pengaruh peran
IMF dan Bank Dunia yang mendukung perluasan TNCs juga dapat berdampak pada kemiskinan yang menimpa banyak orang.Sebagai contoh, melalui penawaran restrukturisasi kebijakan ekonominya kepada pemerintah, seperti penurunan subsidi di sector pertanian, mengakibatkan banyak petani-petani tradisional yang kehilangan pekerjaannya karena industrialisasi telah menggantikannya.
Lalu di lihat dari segi positifnya globalisasi juga menyebabkan keuntungan dan manfaat bagi perekonomian local dan regional serta membawa kesejahteraan bagi masyarakat.Contohnya
Terbukanya pasar internasional, kesempatan kerja lebih terbuka, dan devisa Negara meningkat.
Dengandemikian, hal tersebut dapat meningkatkan perekonomian bangsa sehingga akan memajukan dan meningkatkan rasa
nasionalisme terhadap bangsa dan Negara.
Pasar yang sangat terbuka untuk produk-produk ekspor (dengan catatan produk ekspor Indonesia dapat bersaing di pasar internasional).Dengan demikian kesempatan pengusaha Indonesia sangat terbuka dalam menciptakan produk berkualitas yang dibutuhkan oleh pasar dunia
PEMBAHASAN
Apakah
globalisasi itu?
Pengertian
globalisasi sendiri dapat diinterpretasikan berbagai macam. Globalisasi dapat diartikan
sebagai sebuah proses ‘global network’ dan interaksinya dalam suatu
pembangunan ekonomi dan kebijakan-kebijakan lainnya yang terkait didalamnya
(Potter 2001), sedangkan Burgman (2003) menginterpretasikan globalisasi sebagai
suatu yang berhubungan dengan global neo-libaralisme dan pasar bebas. Sosiolog lainnya seperti Chang
(2003) mendefinisikannya sebagai keterlibatan ‘transnational corporations’ dan saling
ketergantungan antar negara dalam pembangunan ekonomi. Dilain pihak Held dkk
(dalam Gray dan Lawrence 2003: 17) menerjemahkannya sebagai proses pelebaran
dan percepatan dari saling keterkaitan yang membentuk suatu jejaring dunia yang
mencakup semua aspek kehidupan sosial, dari kebudayaan sampai dengan kejahatan,
dan dari keuangan sampai spiritual.
Jadi
globalisasi boleh dikatakan sudah masuk ke semua sendi-sendi kehidupan manusia
di seluruh dunia ini yang mencakup aspek kehidupan sosial, ekonomi,
politik, budaya dan agama.
Sejarah
Globalisasi
Globalisasi
muncul sejak tahun 1960 yaitu dengan ditandainya dengan perubahan ekonomi
internasional dari Multinational Corporations (MNCs) menjadi Transnational
Corporations (TNCs) (Hirst dan Thompson 1997). Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya perubahan ini antara lain adalah berakhirnya perang
dunia kedua, meningkatnya migrasi antar negara, penyebaran tenaga kerja dari
satu negara ke negara lain serta saling ketergantungan perdagangan dari satu
negara ke negara lainnya. Dalam perkembangannya TNCs ini mempunyai peran yang
sangat kuat dalam perdagangan international dan aktifitas ekonomi
lainnya. Sebagai contoh TNCs memperkuat Foreign Direct Investment (FDI)
(Chang 2003) serta menciptakan tenaga kerja yang murah dan ‘a one-world market
system’ atau sistem satu pasar global (Gray dan Lawrence 2003). Perkembangan
teknologi dan informasi yang sangat cepat juga punya andil yang cukup besar
dalam mendorong lahirnya globalisasi yang mengakibatkan perubahan ekonomi
global. Menurut Teeple (2000) teknologi baru tersebut diciptakan oleh TNCs
serta digunakan dalam aktifitas-aktifitas ekonominya. Dari sinilah awal
dimulainya penyebaran neo-liberalisme ke negara-negara lainnya.
Ada beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya penyebaran dan meluasnya globalisasi.
Faktor pertama
adalah teknologi baru di bidang informasi teknologi, komunikasi dan
transportasi. Era ini dimulai pada awal 1970-an ketika microelektronik, komputer
dan bioteknologi ditemukan oleh para ahli (Teeple 2000). Sejak saat itu
komunikasi antar lintas batas negara dapat dihubungkan dengan satelit dan kabel-kabel
bawah laut yang fungsinya sebagai jejaring global (Rimmer dalam Rimmer ed.
1997: 96). Faktor kedua adalah peran pemerintah dalam mendukung
kegiatan-kegiatan globalisasi. Baik di negara-negara maju maupun negara-negara
yang sedang berkembang, Pemerintah mempunyai peran yang cukup penting dalam
mendukung aktifitas globalisasi yaitu melalui perannya dalam pengambilan
kebijakan-kebijakan ekonomi dan keuangan.
Faktor lainnya
adalah munculnya TNCs serta adanya dukungan dari World Trade Organization (WTO)
dan organisasi dunia lainnya seperti PBB, Bank Dunia dan IMF. Singh (1999)
berpendapat bahwa salah satu fungsi Bank Dunia dan IMF adalah mendorong
negara-negara di dunia untuk menerapkan deregulasi dan restrukturisasi
kebijakan financialnya menjadi ekonomi liberal.
Apa saja yang
dapat berpengaruh terhadap perekonomian lokal dan regional?
TNCs mempunyai
peran yang sangat penting dalam mempengaruhi perekonomian suatu negara yang
berdampak pada perekonomian lokal maupun regional. Ada beberapa alasan mengapa
TNCs dapat berdampak pada perekonomian lokal dan regional. Pertama adalah TNCs
dapat mengintervensi kebijakan-kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan
kegiatan ekonomi. Yang kedua adalah TNCs lebih kaya dalam hal keuangan daripada
yang dipunyai oleh negara-negara lainnya. Sebagai contoh pada tahun 1989,
penjualan the US General Motor melebihi daripada Gross National Product
(GNP) Belgia (Mulhearn dalam Bretherton dan Ponton ed. 1996: 185).
Faktor lainnya
adalah TNCs mempunyai pengaruh yang kuat untuk menciptakan pasar dunia dengan
menggunakan prinsip-prinsip liberal, seperti pasar bebas dan tenaga kerja yang
murah. Disamping itu, dalam menjalankan bisnisnya TNCs didukung oleh WTO dan
IMF dalam hal keuangan, hukum/peraturan dan hak-hak kepemilikan (O’Loughlin dkk
dalam O’Loughlin dkk ed. 2004:6).
WTO juga
mendukung dalam hal penetapan tarif barang dan jasa dalam kegiatan ekspor impor
kepada pemerintah. Produksi dan distribusi barang ke seluruh penjuru dunia juga
dibawah kontrolnya. Sehingga mau tidak mau pemerintah harus mengikuti regulasi
dari WTO ini agar produknya bisa masuk ke pasaran dunia. Dalam perdagangan
dunia, WTO juga membuat beberapa persyaratan kepada pemerintah, seperti
deregulasi di bidang ekonomi yang mendukung privatisasi, penurunan tarif
perdagangan dan pengurangan subsidi (Choo 2000: 31).
Organisasi
dunia lain yang membantu pertumbuhan TNCs adalah Bank Dunia, dan PBB. Dalam hal
ini Bank Dunia bersama-sama dengan IMF bertanggungjawab dalam hal keuangan TNCs
sedangkan PBB mempunyai peran dalam menyediakan dukungan di bidang hukum dan
perundangan serta mengendalikan anggotanya dalam kegiatan globalisasi (Gray dan
Lawrence 2003).
Informasi
teknologi dan transportasi modern adalah aspek lain yang dapat mempengaruhi
perekonomian lokal dan regional. Hal ini disebabkan teknologi moderen tersebut
dapat menciptakan efisiensi dalam industrialisasi. Pengelolaan keuangannya akan
lebih efektif dan efisien disamping meningkatkan kualitas pelayanan kepada
pelanggannya (Pilbeam 2005: 12). Nasabah bank dapat mentranfer dan menarik
uangnya melalui internet banking atau mesin ATM dengan sangat cepat. Masyarakat
sekarang dengan mudah dapat mengelilingi dunia dalam waktu yang sangat singkat
melalui penggunaan teknologi moderen pesawat terbang. Barang-barang juga dengan
mudah dikirim baik melalui udara maupun laut. Sebuah perusahaan juga dapat
dengan mudahnya memutuskan pindah dari satu negara ke negara lain (Vaile 2000),
bahkan jasa, modal maupun paham atau ide atau ilmu pengetahuan dapat dengan
mudah melintas batas ke suatu negara.
Revolusi di
bidang teknologi pertanian seperti penemuan bioteknologi juga dapat merubah
aktifitas dan perilaku masyarakat. Bioteknologi merubah pertanian tradisional
menjadi pertanian moderen, pola konsumsi makan juga berubah, demikian pula
dengan kebudayaan.
Apa dampak
positif dan negatifnya?
Pertama mari
kita lihat dampak negatifnya terhadap perekonomian lokal dan regional. Dengan
adanya globalisasi kegiatan-kegiatan ekonomi beberapa wilayah khususnya di
negara-negara yang sedang berkembang mengalami penurunan. Banyak industri kecil
tidak dapat berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan besar yang tergabung
dalam TNCs. Dengan karakteristiknya seperti penggunaan teknologi tinggi dan
modal yang kuat, TNCs dapat membuat kebangkrutan pada banyak industri-industri
lokal maupun regional. TNCs melalui penggunaan teknologi moderennya seperti
komputer dan robot akan menurunkan kuantitas pekerjanya karena tenaganya dapat
digantikan oleh komputer dan robot (Teeple 2000). Hal ini akan mengakibatkan
pengangguran dalam jumlah yang cukup besar.
Pengaruh peran
IMF dan Bank Dunia yang mendukung perluasan TNCs juga dapat berdampak pada
kemiskinan yang menimpa banyak orang. Sebagai contoh, melalui penawaran
restrukturisasi kebijakan ekonominya kepada pemerintah, seperti penurunan
subsidi di sektor pertanian, mengakibatkan banyak petani-petani tradisional
yang kehilangan pekerjaannya karena industrialisasi telah menggantikannya.
Pertanian tradisional tidak dapat berkompetisi dengan pertanian moderen. Chossudovsky
(1997: 101-107) menggunakan Somalia sebagai contoh. Meskipun secara geografis
Somalia tergolong kering namun negara tersebut dapat menyediakan cukup pangan
bagi rakyatnya sampai sekitar tahun 1970-an. Kemudian pada awal tahun 1980, IMF
dan Bank Dunia mengintervensi kebijakan pertanian Somalia yang mengakibatkan
timbulnya krisis dibidang ini. Hal ini membawa Somalia ke dalam krisis hutang
yang luar biasa. Produk-produk pertanian menurun secara dramatis serta
digantikan dengan produk-produk impor dengan harga yang sangat tinggi dari
sebelumnya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan krisis di Somalia. Pertama
adalah adanya Bank Dunia yang mempromosikan privatisasi di sektor pertanian,
seperti kesehatan hewan ternak dan komersialisasi air atau pengairan (Chossudovsky
1997). Hal ini mungkin menjadi bagian dari agenda Bank Dunia yang mempromosikan
TNCs melalui isu ketahanan pangan dan privatisasi. Friedman (1993) dikutip
dalam Gray dan Lawrence (2003: 31-32) berpendapat bahwa privatisasi di industri
pertanian berhubungan dengan tujuan TNCs yang menarik perhatian masyarakat
melalui isu-isu kesehatan makanan.
Hal lainnya
adalah IMF dapat mengendalikan pemerintah untuk membuat deregulasi di kebijakan
makro ekonomi, seperti restrukturisasi belanja pemerintah (Chossudovsky 1997).
Intervensi IMF dan Bank Dunia mungkin tidak hanya dapat menyebabkan dampak
negatif pada perekonomian lokal dan regional Somalia namun juga dapat
menyebabkan meluasnya kelaparan dan perubahan pola kehidupan masyarakatnya dari
tradisional menjadi gaya hidup moderen. Keadaan ini juga terjadi di Zimbabwe
dan negara-negara yang sedang berkembang lainnya. Kejadian serupa juga dialami
oleh Indonesia. Indonesia menghadapi krisis ekonomi diakhir tahun 1997.
Sejak tahun
1970 Indonesia telah menerapkan kebijakan ekonomi liberal (Singh 1999: 86).
Kemudian Indonesia melakukan deregulasi kebijakan ekonomi di akhir tahun 1980
dan awal 1990. Pada tanggal 23 Mei 1995, Indonesia telah menandatangani
perjanjian dengan WTO, AFTA dan APEC tentang deregulasi ekonomi. Karena
perjanjian tersebut, pada tanggal 4 Juni 1996 Indonesia memutuskan untuk
melakukan kebijakan deregulasi yang diberi nama ’Paket deregulasi Juni 1996’
(Brown dalam Sheridan ed. 1998: 193). Paket ini berisi regulasi penurunan
tarif, restrukturisasi prosedur ekspor-impor, dan mendorong kebijakan
industrilialisasi pada bidang-bidang tertentu. Dengan adanya paket deregulasi
ini Indonesia memasuki babak baru privatisasi dan liberalisasi dimana dalam
babak ini kewenangan BUMN menjadi berkurang.
Pada awal 1997
ekonomi Indonesia masih tumbuh dengan baik. Namun pada bulan Juli 1997,
Indonesia jatuh ke dalam krisis ekonomi yang sangat dalam. Ada beberapa faktor
yang menyebabkan Indonesia mengalami krisis yaitu: Pertama, pasar uang dunia
mengalami fluktuasi yang sangat tinggi dan mudah dipengaruhi oleh sentimen
pasar bebas. (Kindleberger 1989, Radelet dan Sachs 1998 dikutip di Hill 2000:
273). Yang kedua adalah adanya faktor eksternal khususnya dari ekonomi OECD
seperti meningkatnya aliran modal dan bunga yang rendah yang mendorong pasar
modal dunia lebih berfluktuasi sejak tahun 1990 (Hill 2000: 273). Krisis yang
dialami Indonesia ini menyebabkan banyaknya pengangguran, meningkatnya
kemiskinan bahkan polemik politik.
Korea adalah
contoh lainnya yang mendapat dampak dari globalisasi. Meskipun secara ekonomi
Korea jatuh kedalam krisis pada tahun 1997 s/d 1998, pertumbuhan ekonominya
telah meningkat selangkah demi selangkah dan akhirnya bisa bangkit dari krisis.
Menurut Hogan dan Abiko (dalam Scott dan Wellons ed. 1996: 130) bahwa Korea
memulai membuka pasar modalnya pada tahun 1988 dan sejak itu kemudian ekonomi
Korea menjadi liberal. Situasi ini mempengaruhi peningkatan investasi ke Korea.
Namun setelah itu Korea mengalami krisis moneter. Melalui program recoverynya
IMF, akhirnya Korea dapat keluar dari krisis tersebut (Cargill 2005).
Australia
sebagai negara yang telah maju juga terkena dampak negatif dari globalisasi
terutama terjadi di wilayah pedesaan. Menurut Tonts dalam Pritchard dan Mc
Manus ed. 2000) hal ini terjadi ketika Australia tidak dapat menghindari dampak
dari perubahan struktur ekonomi dunia dimana TNCs secara cepat menggantikan
peran pemerintah dalam mengkontrol aktifitas ekonominya. Perubahan ini
mendorong pemerintah Australia untuk memulai restrukturisasi kebijakan makro
ekonominya seperti pengurangan intervensi di bidang ekonomi dan proteksionisme
(Walmsley 1993 dikutip dalam Tonts 2000). Kemudian pemerintah menerapkan 3
(tiga) kebijakan strategis (Tonts dalam Pritchard dan Mc Manus ed. 2000: 62):
Pertama adalah privatisasi pelayanan umum dan infrastruktur. Kedua adalah
Rasionalisasi pelayanan umum dan infrastruktur; dan yang ketiga adalah
pendelegasian tanggung jawab untuk penyediaan jasa kepada pemerintah daerah
(Furuseth, 1998; Tonts dan Jones, 1997).
Strategi-strategi
tersebut berdampak pada banyak wilayah di pedesaan Australia. Sebagai contoh,
privatisasi Bank Commonwealth menyebabkan bank tersebut malakukan pengurangan
subsidi pada wilayah-wilayah pedesaan. Akibatnya para petani kesulitan untuk
mendapatkan kredit untuk kegiatan usaha taninya (Tonts dalam Pritchard dan Mc
Manus ed. 2000). Kemudian Gruen dkk (dalam Mc Leod dan Garnaut ed. 1999: 207)
menyatakan bahwa pada tahun 1980, liberalisasi di bidang keuangan menyebabkan
kompetisi pada sistem perbankkan yang menyebabkan penurunan pada sistem
tersebut pada akhir tahun 1980 dan awal 1990. Privatisasi di bidang
transportasi dan komunikasi juga menyebabkan masyarakat pedesaan kehilangan
kesempatannya untuk berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan multinasional.
Keputusan Western Australian Rail Services sebuah perusahaan kereta api
di Western Australia, untuk memutus kontrak pemeliharaan dengan masyarakat
pedesaan juga menyebabkan banyak pengangguran di wilayah tersebut karena
perusahaan lebih suka untuk bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar dari
Perth daripada dengan masyarakat setempat.
Namun demikian,
globalisasi juga menyebabkan keuntungan dan manfaat bagi perekonomian lokal dan
regional serta membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Sebagai contoh, dengan
penerapan privatisasi dan liberalisasi, produk-produk pertanian Australia
menghasilkan 3% dari total ekspor pertanian dunia (The Commonwealth of
Australia 2003 dikutip dalam Core 2005: 3). Dalam bisnis telekomunikasi,
Telstra sebuah perusahaan telekomunikasi Australia, juga menciptakan pasar yang
kompetitif (Stoler 2005). Kondisi ini sangat menguntungkan bagi industri dan
masyarakat karena harga yang kompetitif tersebut.
Bagaimana
dengan Cina? Meskipun reformasi ekonomi yang dilakukan oleh Cina menyebabkan
kesenjangan pendapatan pada ekonomi regionalnya, reformasi ini dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Menurut Zhou (dalam Benewick dan Wingrove
ed. 1995: 145), Cina mereformasi ekonominya khususnya di bidang pertanian,
kemudian industri dan akhirnya pada seluruh sektor ekonominya pada akhir tahun
1970. Kemudian pada bulan Maret 1989, pemerintah Cina memperkenalkan ‘resolusi
terhadap kebijakan industri’. Kebijakan ini sangat penting untuk pembangunan
ekonomi karena mengatur kebijakan-kebijakan di sektor industri, seperti
industri berteknologi moderen, bioteknologi, komunikasi dan transportasi. Hal
ini menyebabkan ekonomi Cina telah menjadi global dan lebih terbuka terhadap
dunia. Reformasi ini juga dapat meningkatkan Gross National Product
(GNP) Cina sebesar 9% per tahun antara tahun 1979 dan 1992. Menurut Yang (1995), agenda
ekonomi di Cina dapat merubah agenda perekonomian pada tingkat lokal dan
pemerintah pusat. Pemerintah lebih mempunyai kemauan untuk bekerjasama dengan
perusahaan-perusahaan swasta dalam mendorong aktifitas pasar daripada
sebelumnya. Perubahan ini juga menciptakan pembangunan perekonomian yang lebih
baik tidak hanya untuk sektor swasta saja namun juga untuk wilayah pedesaan
termasuk masyarakatnya. Oleh sebab itu the OECD (2005) menyebutkan bahwa
ekonomi Cina cenderung stabil sekitar 9,5% dalam dua dekade terakhir ini.
Pertumbuhan ini menyumbangkan penurunan tingkat kemiskinan dan meningkatkan
pendapatan. Keterbukaan ekonomi Cina telah menjadikannya sebagai bagian dari
perekonomian dunia. Situasi ini terjadi karena peran penting reformasi ekonomi di Cina. Sektor swasta dapat dengan bebas
menanamkan modalnya di banyak sektor industri.
Kesimpulan
Banyak para
ahli berpendapat bahwa pertumbuhan globalisasi termasuk TNCs telah menyebar ke
seluruh penjuru dunia dan kebanyakan dari negara-negara di dunia tidak dapat
menghindarinya khususnya untuk negara-negara yang sedang berkembang tidak
mempunyai pilihan lain kecuali menerimanya (Chang 2003: 269). Dalam hal ini,
organisasi-organisasi dunia seperti WTO, Bank Dunia dan IMF mempunyai peran
yang penting dalam mendukung pertumbuhan globalisasi. Disamping itu, kebanyakan
negara-negara mempunyai pola yang sama dalam proses globalisasi. Pertama, banyak negara yang
memulainya dengan mereformasi ekonominya sebagai proses global pada tahun 1970.
Setelah itu, pada tahun 1980 s/d 1990 pertumbuhan ekonominya menjadi sangat
cepat dan baik. Selanjutnya pada tahun 1997 negara-negara tersebut mengalami
krisis ekonomi. Beberapa negara seperti Indonesia dan Somalia yang tidak siap
khususnya pada sumberdaya manusia (SDM)-nya untuk menerima globalisasi, telah
jatuh kedalam krisis yang dalam dan berkepanjangan. Yang lainnya seperti Cina
dan Korea meskipun mendapatkan dampak negatif di tengah perombakan ekonominya,
akhirnya mereka dapat melewatinya dan tumbuh menjadi negara yang kuat
perekonomiannya.
Penutup
Banyak
pelajaran yang kita dapatkan apabila kita mempelajari globalisasi lebih
mendalam. Salah satunya adalah kita akan lebih mengerti tentang perkembangan ekonomi, sosial
dan politik dunia. Kita juga akan lebih paham mengapa Indonesia dapat jatuh ke
dalam krisis dan terjerat hutang yang sangat besar sehingga sampai sekarang
pengangguran dan krisis-krisis yang lainnya masih kita rasakan. Dengan memetik
pelajaran tersebut kedepannya kita akan lebih mudah mengantisipasinya sehingga
Indonesia tidak akan mengalami krisis yang sama. Sebenarnya yang kita perlukan
dalam menghadapi globalisasi adalah kesiapan kualitas sumberdaya manusianya.
Kita memerlukan kualitas SDM yang sangat tinggi baik dari kecerdasan
intelektualnya (IQ), emosinya (EQ) maupun spiritualnya (SQ) sehingga kita dapat
bersaing di arena global ini.
DAFTAR PUSTAKA